Senin, 24 Februari 2014

Belajar dari Prau


9 Februari 2014 lalu, demi ngobatin kangen sunrise. Kami muncak ke Gunung Prau (2657 mdpl) di dataran tinggi Dieng, kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Karena letaknya yang sudah di dataran tinggi untuk mencapai puncaknya hanya butuh waktu kurang lebih 3 jam, tergantung seberapa cepat kaki melangkah.

Dari yogya kami berlima (3 cewek,  2 lakik) berangkat sekitar pukul 9 malam, sampai di basecamp Gunung Prau sekitar pukul 00.30 dini hari. Pagi itu, basecamp tutup, karena kami tidak confirm kedatangan sebelumnya (apalagi ada imbauan utk tidak bermalam dan mendirikan tenda di Prau dalam rangka reboisasi hingga akhir Maret) maka kendaraan kami titipkan di warung sebelah basecamp. Setelah ready untuk naik, berangkatlah kami berbekal petunjuk dari yang punya warung mencari jalur pendakian dari desa dan kemudian.. tersesat..
Yak, petunjuk arah yang minim, cahaya yang kurang, di tambah masuk pemukiman rumah warga membuat kami cukup bingung. Sampai akhirnya kita ketemu dengan tim pendaki lain dan ditunjukkanlah kami jalan yang benar.

Jadi, menurut saya, jalur ke Puncak Prau itu dibagi jadi 3 macam (menurut kondisi jalannya) :
  • Jalur pertama, merupakan jalur bebatuan yang tersusun rapi, lebar nya masih cukup untuk truk naik. Medannya nanjak standar. Sampai kita ketemu tugu yang tulisannya "Menuju Puncak" belok kiri. Dari sini mulai jalan setapak. Masuk ke jalur kedua.

Start Point *diambil waktu pulang* (c) kinaryo


  • Jalur kedua, merupakan jalur setapak dengan ladang warga di kanan kirinya. Ada ladang kentang, ladang kol dll. Disini rawan nyasar juga, ke ladang buntu. Medannya juga masih standar lah

kanan kiri ladang
tetep narsis
  • Jalur ketiga, merupakan jalur yang mulai nanjak terjal. Sudah tidak ada ladang warga disini. Beberapa ruas jalan yang dibentuk dari akar pohon, makin ke atas tanjakan makin terjal dan licin apalagi kalau abis hujan. Kalau jalanan makin terjal tandanya udah hampir sampai puncak. Sedangkan puncaknya sendiri adalah padang rumput yang luas dengan semak bunga daisy liar yang bertaburan.

Cuaca saat kami naik hari itu cerah, setelah semalaman hujan. Naik ditemani suara angin gunung, kadang ada kabut yang lewat sesaat. Bintang-bintang terlihat, lampu-lampu rumah penduduk tampak, siluet gunung Sindoro dan Sumbing juga tampak tertimpa cahaya bulan. Pukul 4 pagi, akhirnya kami sampai di puncak,kami berharap cuaca ini bertahan sampai pagi, ditambah pula kami gak bawa peralatan lengkap naik gunung seperti tenda dome, sleeping bag apalagi alat masak, kami cuma bawa diri sama konsumsi seadanya aja. Hampir setengah jam kita di atas, tiba-tiba cuaca berubah drastis, angin bertiup kencang membawa kabut dan hawa dingin.. Huaaa.. badaaii.. Karena gak bawa apa-apa, kami ditampung sama pendaki lain untuk berlindung di bawah tenda mereka (sebut saja tim Mas Jo), dipinjemin sleeping bag pula yang jadi rebutan kami bertiga. Apakah mas tersebut menyesal meminjamkan sleeping bagnya? saya rasa, iya, karena dy juga akhirnya kedinginan dan memakai trash bag sebagai selimutnya.. (huaaa.maapkan kamii)

Kondisi ini terus berlanjut sampai hampir jam 8 pagi. Gagal sudah liat sunrise, boro-boro nungguin, kami semua melungker karena kedinginan ! Untuk mengurangi hawa dingin di badan, tim Mas Jo masak mi rebus dan kopi panas yang dibagi rame-rame (makin bikin gak enak kita yang numpang ini mah, udah nyusahin bikin stok makanan berkurang pula)

kabut dingin

Sudah hampir pesimis gak bisa liat view apa-apa selain kabut. Sampai tiba-tiba secercah sinar matahari terlihat, angin mulai reda, kabut mulai menipis, semua pendaki serentak keluar dari tenda mencari kehangatan (halah..) lalu kita ditunjukkin pemandangan indah. Subhanallah, bener-bener dikasih 'pelangi' setelah badai, dikasih hadiah dari kesabaran dan kedinginan. 

Sumbing - Sindoro

Savana di Prau
Di Selatan, gunung Sumbing dan Sindoro tampak walaupun masih sedikit tertutup awan. sedangkan di Utara, tampak padang savana 'bukit teletubies' yang luas membentang. Breathtaking moment ini cuma ditunjukkin sebentarrr banget.. cuma 5 menitan... ditunjukkin 2 kali. Langsung jepret asal sana-sini yang penting capture. Setelah itu, angin dan kabut tebal kembali datang menutup pandangan.. hawa dingin kembali merasuk.. Brrrr !!

Jam 09.30 gak ada tanda-tanda cuaca membaik, maka kami putuskan untuk turun duluan, pamitan sama tim Mas Jo yang sudah bersedia kita repotin, kita tumpangin, ngucapin banyak-banyak terima kasih, karena tanpa mereka entah kita jadi apa. Turun dari Prau ditemani mountain rain dari ringan sampai sedang, becek-kotor-kepleset jadi satu. Baru liat apa yang kita lewati tadi malam, tanjakan yang curam dengan jurang di kanan kiri. Beruntung pemandangan di bawah tertutup kabut, karena kalau keliatan pasti ini kaki gemeteran gak berani turun. Sekitar jam 12 siang, kami udah sampai di desa, lebih cepat dibanding waktu naik, menyapa penduduk yang rumah nya kita lewatin, nyangkut sebentar untuk beli lupis dan cenil buat ganjal perut. lalu lanjut ke basecamp untuk mberesin retribusi dan bersih-bersih sekedarnya (bukan mandi). Lalu lanjut perjalanan pulang ke yogya.

Hari ini bener-bener banyak belajar dari Prau. Belajar persiapan, belajar berbagi, belajar sabar, belajar berharap, dan yang paling penting belajar ngalahin ego sendiri. Besok wajib kesini lagi, pas cuacanya lagi bagus. See you again Prau :)
-- it's not about how fast you get there, its not about what's waiting on the other side. It's a climb (Climb, Miley Cyrus)




(c) kinaryo