Jumat, 15 Februari 2019

Menuju Grindelwald, switzerland

Swiss adalah negara impian para pecinta alam dan pegunungan. Dan masuk dalam ultimate trip selama europe trip. Hasil survey baca2 lonely planet edisi swiss, Jungfrau Region jadi pilihan utama karena katanya di sono bagus banget pemandangan desa dan gunungnya. Singkatnya 3 hari ke depan, rute kami adalah Interlaken - Grindelwald - First(hiking) - Lauterbrunnen - Interlaken

Kereta dari Zurich membawa kami menuju Interlaken Ost, sebelum naik lagi ke Grindelwald kami jalan-jalan dulu ke Iseltwald, tak jauh dari stasiun interlaken ost. Tau iseltwald juga gara-gara nonton vlog youtubenya Syarif Zapata, penasaran dengan keindahannya ya udah deh melipir sekalian sambil lewat. Oh iya, koper & semua barang yg gak di pake kami taruh di loker zurich station, untuk memudahkan mobilitas selama kami di atas. Kenapa di zurich? Karena setelah swiss kami akan menuju Munich, Jerman. Dan Zurich adalah kota yang paling pas untuk jadi start/finnish point. 

Iseltwald
Untuk menuju iseltwald bisa naik bus dari halte tak jauh dari stasiun interlaken ost.
Ada banyak jurusan dengan jadwal jam berangkat. Tiket bisa dibeli di atas bus sama supirnya PP sampai point terakhir (iseltwald - see) sebesar 12 chf

Iseltwald adalah sebuah desa di pinggiran Danau Brienz (brienzersee). Ternyata ada banyak tempat perhentian bus yg kita lewati, kami sempat ragu akan berhenti dimana dan memutuskan untuk berhenti di stop terakhir, yaitu iseltwald (See). See artinya danau bukan sih?

Dekat perhentian ada parkiran mobil, dermaga dan area bermain anak. Kami sempet makan siang yg kesorean di kursi tamannya.

Sore yang syahduu









Tapi sayang kita belum nemu tempat yang ada view rumah seperti kastil dengan latar belakang Danau, yang ternyata setelah d cari lewat google map lokasinya deket dari dermaga. Tinggal masuk ke arah jalan kecil yang kami gak jadi telusuri karena takut kesorean dan harus kejar kereta menuju Grindelwald. 


Grindelwald
Tiket kereta Interlaken ost-Grindelwald kami beli di loket stasiun sebelum naik kereta, karena kami pengguna Eurail Pass ada potongan 25% di area Jungfrau jatohnya 8.4 chf. jadi tinggal nunjukin pass nya, bayar lalu dapat tiket. Ohiya kl gak salah inget kereta dari interlaken ost akan dibagi jadi 2 bagian yang akan di pisah ditengah jalan, 1 ke Grindelwald dan 1 lagi ke Lauterbrunen, akan ada keterangan di layar tv dalam gerbong plus pengumuman juga pas mau dipisaha jadi jangan sampai salah naik gerbong. 

Perjalanan ke grindelwald sudah menjelang magrib, gunung es mulai tampak selama perjalanan dan kereta mulai bergerak naik perlahan. 
Dingin langsung menusuk tulang kami waktu keluar kereta, dan gunung Eiger langsung menyambut kita di halaman stasiun Grindelwald ! I think i already fall in love with this village even though it was coldd!! 

Kereta menuju Grindelwald


Stasiun Grindelwald
Di grindelwald kita nginep di Bnb house lewat booking.com. yang berdasarkan survey udah yang paling murah dengan fasilitas lengkap !
Awalnya, kl tiba sebelum jam7 malam sang host mau menjemput kami, tapi karena kami datengnya mepet akhirnya beliau udah gak keburu mau siap2 kerja. Jadi kita putuskan utk naik taksi aja daripada nyasar, soalnya jalannya gelap dan terlihat mendaki.

Setelah orang2 yg turun dari kereta udah pada pergi, suasana langsung sepiiii. Namanya juga desa yaa. Tapi kok ga ada tanda2 taksi ya, akhirnya nanya petugas tourist information, dikasih beberapa nomor taksi atau coba tunggu di depan stasiun biasanya suka ada yg muncul. Untungnya gak lama nunggu, ada 1 mobil taksi yang lewat. Sopirnya ibu2 btw.

Keputusan kami naik taksi benar adanya, karena ternyata rumahnya jauh dari sentral dan jalannya nanjak+muter2 khas daerah pegunungan 😂. Sepertinya ibu taksi ini udah sering drop ke rumah bnb kita atau emang kenal ya secara di desa. Sempet gak yakin pas d turunin depan rumahnya, soalny asli gelap gak ada lampu jalanan. Tapi pas nanya lagi pake nama host, emang bener itu rumahnya 😂. Total 23 chf taksi untuk bagi bertiga  yah cukup murah lah drpd harus lelah, dingin, gelap dan nyasar. 

Setelah pencet bel kami langsung di sambut sama host yg baik, dan di anter ke bagian belakang rumahnya yang dijadiin penginapan. Rumahnya cantik, rumah kayu (chalet) khas swiss. Karena sudah gelap gak bisa lihat view dengan jelas, cuma keliatan bayangan gunung2 aja di belakang rumah. Malam itu kerjaan kami masak2 sedikit hasil belanja di Coop supermarket st interlaken ost, nonton youtube di tv yang setingan nya diubah jadi tulisan hangeul, pasti di rubah ama warga korsel yg pernah nginap juga 😑😑 (ada fasilitas wifi), dan keruntelan di ruang tengah deket perapian. Oiya 1 aja kekurangan rumah ini, perapian nya cuma di living room dan heater di ruang makan + kmr mandi, sedangkan di bedroom nya malah gak ada. Walaupun di kasi selimut tebel bgt kita tetep gak tahan, akhirnya geret kasur deh ke ruang tengan 😂. Selebihnya puas banget, viewnya bagusss, perabotan dan alat masak nya lengkap.
View belakang rumah bnb 😍😍
Lokasinya tepat di belakang dinding Mt Eiger

View dari kamar tengah
Betah deh seharian liat view gini 😍

Eiger north face !!
Rasa ingin guling2 di rumput tapi banyak ranjau sapinya 😂

yuk cek postingan selanjutnya Hiking di First dan Lake Bachalpsee


Rabu, 06 Februari 2019

Zurich, ramai tapi tak bersuara

Zurich, kerap lebih sering terdengar daripada Bern, ibukota swiss. Mungkin karena kota ini sering jadi tempat transit wisatawan dari dan yang akan menuju Jerman atau Italy. Kota ini merupakan kota dengan penduduk terpadat di swiss. 

Sekitar pukul setengah delapan malam itu, Zurich, kota pertama di swiss yang kami singgahi. Karena hanya menginap semalam, kami berencana untuk menitipkan bagasi di loker zurich hauftbahnhof (central station). Kami pun cukup tercengang dengan perbedaan harga di kota ini mulai dari fasilitas, makanan, sampai barang-barang kecil seperti souvenir. Benar rupanya kalau swiss adalah negara dengan biaya hidup yang lebih tinggi dibanding negara eropa lain. Bayangkan, masuk toilet untuk buang air kecil, bisa merogoh kocek 2 CHF, sekitar 30ribu rupiahh! Apalagi kalau numpang mandi, bisa berlipat-lipat harganya. Tarif loker di zurich pun kami dapati yang paling mahal selama perjalanan trip eropa, ukuran lokernya pun gak sebesar di negara lain, jadi impossible untuk share tempat 😂. Tapi daripada ribet bawa2 koper, jadi ya sudah lah ya.

Faktanya, menjadi urutan pertama kepadatan populasi penduduk, tetep aja Zurich sepii menurut saya. Toko-toko rata-rata sudah tutup jam 8 malam, jalanan pun sudah lengang. Jam 9 malam kami sampai di Hostel yang sudah kami book jauh hari sebelumnya, tapi sayang kami gak bisa masuk karena front desknya sudah tak di tempat jadi gak ada yang bukain pintu. Terpaksa harus cari hostel lain, ditengah sedikit kepanikan karena suasana jalanan udah gak begitu ramai, untungnya transportasi masih ada dan kami pun akhirnya dapat hostel bernama Zurich Youth Hostel yang punya 24h front desk. Ya meski cukup jauh dari pusat kota tapi tak apalah, sepanjang perjalanan ke hotel jalanan nya sepii banget, yang kalau di indo mungkin kondisinya seperti jam 12 malam.
Sepinya jalan jam 10 malam

Besoknya jam 9 pagi kami udah siap untuk checkout hostel. Bagusnya hostel ini, ratenya sudah include breakfast (menunya juga cukup komplit dan melimpah) plus staf nya ramah-ramah. Ada yang berkesan di hostel ini, seorang kitchen staff keturunan Afrika dan bertindik, melihat saya yg lagi antri di pantry, tiba2 dia menegur dan dia bilang "masyaallah are you moslem? im moslem too, this is nothing (sambil nunjuk ke tindik2 di telinganya) but deep in my heart im moslem" haha terserah lu deh mas ya. setelah chit chat ringan, kami berpisah. tiba-tiba pas ambil minum dia ngasih saya dan temen saya buah pisang sebagai hadiah. padahal buah gak masuk dalam menu breakfast. Masya allah, baik sekali, sayang saya gak sempet tanya namanya tapi semoga Allah yang bales ya mas hehe.

Pagi yang mendung, dan cukup berangin saat keluar hostel. Dan suasananya pun tetep sunyi, ah mungkin karena di pinggiran ya jadi sepi. Kami pun naik bus+tram menuju pusat kota dan ternyata sudah banyak orang seliweran, tapi tetep saja.... sepii alias gak ada suaranya, semua orang sepertinya bicara dengan volume yang cuma kedengeran orang di sebelahnya. Suasananya tenang bahkan di jalan raya. Yakin deh kalau saya teriak "maliingg" sekali aja pasti semua orang bakal noleh liatin saya haha. Mungkin juga ini weekday jadi gak banyak orang turun ke jalan
Pagi yang tenang


Kami sempat mengunjungi beberapa spot wisata di zurich seperti Fraumunster Church dan area perbelanjaan di Bahnhoftstrasse, juga menyusuri gang-gang yang penuh toko kecil tapi barangnya mahal-mahal. Saya sempat berpikir, ini orang-orang perputaran ekonomi nya gimana ya, perasaan gak banyak orang masuk toko, barangnya juga mahal-mahal tapi tokonya tetep bertahan. Mungkin itu juga penyebab kenapa biaya hidupnya tinggi. Hmm 🤔

Fraumunster church
Shopping alley


Satu hal yang saya cukup sukai, di zurich sepertinya bebas naik bus dan tram kemana aja, tanpa bayar, saya juga bingung soalnya pas naik tram gak ada mesin pembaca tiket, jadi kami hanya beli tiket transport pas malam kita sampai aja setelah itu bodo amat naik turun gak beli tiket. haha mohon jangan ditiru! Karena bisa saja tiba-tiba ada sidak dadakan sama petugas tram, nanti kena denda atau lebih parah nama kamu di blacklist 😂

Di dalam tram